Manusia
merupakan makhluk yang selalu bertumbuh dan berkembang dalam kehidupannya
menuju sebuah proses penyempurnaan diri.
(Sudiarja)
Pada dasarnya setiap orang yang berada
di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan mengalami perubahan-perubahan
entah yang bersifat kecil ataupun bersifat besar dan fundamental. Ketika dilahirkan sebagai manusia, seorang bayi
masih harus banyak belajar dan bertumbah agar dapat menjadi manusia dewasa.
Manusia dalam hidupnya selalu bertumbuh, berkembang dan berubah agar mencapai
aktualitas substansial terhadap semua potensi yang dimilikinya sebagai manusia.
Sehingga dapat dikatakan bertumbuh dan berkembang (yang menghasilkan perubahan
dalam diri manusia) merupakan bagain dari kodrat manusia. Di sisi lain manusia
tidak hanya mengalami perubahan dan pertumbuhan secara internal di dalam
dirinya saja, pertumbuhan secara internal di dalam diri manusia secara langsung
maupun tidak langsung secara konstan mempengaruhi kehidupan bersama dalam
kelompoknya.
Jika
demikan maka dapat dikatakan bahwa perubahan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan dan kodrat setiap orang sebagai manusia. Perubahan
memang telah menjadi begitu akrab dengan berbagai dimensi kehidupan manusia,
walaupun harus di akui bahwa diantara sejuta perubahan yang terjadi masih ada
beberapa hal yang tetap dan tidak tersentuh oleh perubahan, namun itu hanya
sebagian kecil dari sebagian besar realitas perubahan yang terjadi dilam
kehidupan manusia. Jika kita berjalan-jalan ke ranah kehidupan sosial, maka
kita akan menemukan perubahan sosial sebagai salah satu topik yang laris manis
bukan hanya dibicarakan mulut namun juga laris manis diaktualisasikan.
Perubahan
sosial memang telah menjadi suatu fenomena yang aktual dan memiliki dampak yang
sangat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Perubahan sosial sendiri memiliki
kaitan yang erat dengan perubahan struktur-struktur, nilai-nilai dan pola-pola
kehidupan sosial yang hidup di dalam masyarakat karena disebabkan oleh berbagai
komplikasi persoalan-persoalan yang kompleks dan terjadi di luar kapasitas serta
daya kontrol manusia. Perubahan sosial di sisi lain juga telah mempengaruhi
bahkan merubah beberapa tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pada
bagian selanjutnya kita akan melihat kaitan dan hubungan antara beberapa
pemikiran para sosiolog tentang perubahan sosial dan realitas perubahan sosial
yang terjadi di dalam masyarakat, serta dampak dan pengaruhnya terhadap
kelangsungan gereja Katholik Roma sebagai institusi agama yang juga memiliki
dimensi sosial.
Landasan
Teori[1]
Perubahan
sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya,
termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.[2] Sebagai suatu fenomena sosial yang sedang
terjadi dan berlangsung di dalam masyarakat, perubahan sosial merupakan
realitas yang sulit dihindari apalagi ditolak atau dikontrol, kerena perubahan
tersebut disebabkan oleh berbagai kekuatan yang dihasilkan dari berbagai
persoalan yang kompleks sehingga sulit atau bahkan tidak dapat dikontrol
apalagi dihentikan.
Perubahan
sosial yang terjadi di jaman modern ini biasanya mempengaruhi beberapa segi
dalam kehidupan masyarakat yang tampak begitu mencolok. Perubahan itu antara
lain:
·
Perubahan dalam lingkungan masyarakat
tradisional yang menyebabkan semakin terpecahnya cara hidup komunal yang
berakibat pada setiap orang harus menghadapi tantangan dalam kehidupannya
sendiri.
·
Cara kerja kolektif mulai memudar dan
digantikan dengan cara kerja yang semakin di-individual-isasikan.
·
Perubahan nilai-nilai tradisional dalam
kehidupan modern
Penyebab
utama dari perubahan sosial sendiri sangat sulit untuk ditentukan, karena seperti
telah disinggung di atas bahwa perubahan sosial tidaklah didalangi oleh satu
faktor tunggal saja melainkan oleh berbagai faktor yang terbentuk melalui
berbagai realitas yang kompleks. Namun ada pula penjadapat lain yang mengatakan
bahwa pada umumnya perubahan sosial disebabkan oleh merosotnya akhlak manusia
modern. Namun jika di teliti lebih lanjut maka sebenarnya pendapat bahwa
perubahan sosial disebabkan oleh merosotnya akhlak manusia tidaklah benar
kerena, yang pertama perubahan sosial yang terjadi kini banyak pula membawa
nilai-nilai positif di dalam kehidupan masyarakat. Kedua, jika dicermati lebih
dalam maka akan ditemukan bahwa kemerosotan akhlak manusia bukan merupakan
penyebab perubahan sosial melainkan akibat dari perubahan tersebut.
Jika
demikian, maka pastilah bahwa menolak perubahan yang ada dengan tetap berpegang
pada nilai-nilai tradisional yang ada bukanlah sebuah langkah yang bijaksana.
Langkah yang tepat dalam menyikapi perubahan sosial yang terjadi kini adalah
membuka diri dan menerima perubahan sosial yang ada sambil memberikan tempat
yang baru dan sesuai kepada nilai-nilai fundamental tradisional yang ada.
Dengan demikian kita tidak menjadi suatu pribadi atau kelompok yang eksklusif
dari yang lainnya dan di sisi lain kita memberikan ruang kepada nilai-nilai
fundamental tradisional untuk membuktikan kesejatiannya.
Pengaruh
Perubahan Sosial Terhadap Gereja Katolik dan Analisa Sosiologisnya
Secara
umum, sebutan Gereja Katolik merujuk pada Gereja Katolik Roma. Kata Roma
diatributkan pada Gereja ini karena Gereja Katolik mengimani Paus yang
berkedudukan di kota Roma, Italia sebagai kepala gereja yang kelihatan, wakil
Yesus Kristus di bumi yang merupakan kepala utama gereja yang tak kelihatan.
Paus adalah penerus Petrus turun temurun yang tidak terputuskan. Gereja katolik
juga merujuk pada persekutuan umat dan institusi yang beriman kepada Tritunggal
Maha Kudus dan berada dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma sebagai kepala
gereja. Dalam tulisan ini penulis tidak hendak membahas secara mendetail
tentang gereja Katolik, melainkan hanya membahas segi atau aspek tertentu saja dari
gereja Katolik yang berhubungan dengan perubahan sosial.
Jika kita bercermin pada sejarah maka kita akan menemukan
bahwa terkadang gereja turut berperan aktif dan menjadi promotor dari hampir
sebagian besar perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan pada
abad-abad pertengahan, gereja mendominasi hampir seluruh dimensi kehidupan masyarakat barat. Sebagian besar
dari 2000 tahun sejarahnya, Gereja telah menjadi sumber utama dari perkembangan
pendidikan, ilmu pengetahuan dan ekonomi, dan menjadi penyumbang berbagai
pelayanan sosial di banyak negara di seluruh dunia.
Kendati
telah menjadi sumber perkembangan selama berabad-abad, namun hal itu tidaklah menjadi
jaminan bahwa gereja tetap akan terlindungi dari sentuhan perubahan sosial yang
terjadi dewasa ini. Di luar gereja dan perkembangan yang diprakasainya tampak
timbul benih-benih perubahan yang baru dan subur. Banyak pihak yang tidak
senang dengan sisi lain gereja yang begitu monopoli. Perkembangan dan perubahan
sosial yang terjadi di luar gereja begitu pesat. Dengan menunggangi modernisasi
yang bermuatkan berbagai penemuan penting di dalam beberapa bidang kehidupan,
keadaan sosial mengalami perubahan yang begitu cepat.
Pola
pemikiran liberal yang bersandar pada rasionalitas, positivitas, dan
individualitas dikumandangkan mengantikan nilai-nilai komunal tradisional.
Dalam beberapa aspek tertentu gereja tampak seolah-olah tidak mengalami
perubahan dan tertinggal dengan keadaan sosial masyarakat yang telah banyak
berubah. Para uskup sedunia menghadapi tantangan yang sangat besar dari
perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan
perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi
tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini yang paling terorganisasi
adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine
Menghadapi
keadaan sosial yang demikian, gereja mulai mengambil dan menentukan sikapnya
terhadap perubahan tersebut. Paus Yohanes XXIII-lah yang pertama kali mengambil
ancang-ancang dan mentukan sikap gereja terhadap perubahan sosial yang terjadi
di dalam dunia tempat gereja berziarah. secara tidak terduga paus memutuskan
untuk mengadakan Konsili hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan setelah
pengangkatannya. Paus Yohanes XXIII mencanangkan
"aggiornamento" atau pembaruan Gereja. Gereja menyesuaikan diri dalam
zaman baru, agar dapat memberi sumbangan yang efektif bagi pemecahan masalah-masalah
modern. Paus dilaporkan membuka sebuah jendela dan berkata, "Saya ingin
membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang
ada di luar bisa melihat ke dalam."[3] Namun kemudian Paus Yohanes XXIII wafat pada
saat konsili yang digegasnya sedang berlangsung. Kendati demikian ia telah
meletakan dasar-dasar pembaharuan dalam gereja dan pembaharuan tersebut mencapai
aktualisasi dalam konsili yang digegasnya.
Melalui
Konsili Vatikan II gereja mengubah pandangannya tentang dunia yang kemudian
menjadi fondasi yang kokoh bagi gereja untuk memperbaharui dirinya dan semakin
masuk dalam kehidupan dunia. Dunia tidak lagi dipandang dari sudut pandang yang
profan dan sakral saja namun dunia dipandang sebagai ladang tempat benih-benih
sabda itu harus ditabur dan dituai. Gereja membuka dirinya terhadap
kemungkinan-kemungkinan adanya keselamatan kekal dalam Kristus melalui
karya-karya Roh Kudus yang melampaui batas-batas penyebaran Injil (extra Deum
nula salus)[4]
. Gereja terbuka terhadap berbagai kebanaran dan issue-issue global yang
dikumandangkan seperti demokrasi, transparasi, emansipasi wanita dll.
Kendati
gereja telah menyediakan ruang yang cukup luas bagi pembaharuan yang bertujuan
untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sosial yang sedang terjadi agar
pelayanan gereja semakin mengena, namun perlu diperhatikan bahwa gereja tetap
merupakan institusi religius yang sebagian besar orientasinya adalah bukan
hanya keselamatan di kini dan disini saja melainkan juga keselamatan di akhirat.
Sehingga tanggapan yang diberikan gereja terhadap perubahan sosial yang terjadi
terkadang berbeda dengan tanggapan yang diberikan oleh organisasi-organisasi
sosial lainnya.
Jika
dicermati maka dalam kasus ini nampak pula bahwa beberapa aspek yang seringkali
begitu menonjol dalam setiap perubahan sosial yang terjadi, kembali nampak.
Akibat pembaharuan yang terjadi, kini nampak bahwa unsur-unsur yang bersifat
umum dalam gereja mulai memudar dan digantikan oleh nilai-nilai atau
unsur-unsur yang khas dari setiap kelompok masyarakat homogen yang merupakan
anggota gereja. Hal ini nampak dalam semakin populernya lagu-lagu khas kelompok
umat tertentu yang menggeser eksistensi lagu-lagu berbahasa latin yang dulu dipakai umum oleh hampir seluruh gereja.
Ataupun semakin gencarnya gerakan inkulturasi dalam gereja yang menyebabkan
gereja dalam artian tertentu tidak lagi menjadi satu melainkan menjadi begitu
heterogen dengan berbagai unsur budaya yang ada di dalamnya. Dalam konteks ini
pembaharuan tidaklah selalu harus dipandang negatif kerena pembaharuan yang
dilakukan didasarkan pada usaha untuk membudayakan atau membumikan gereja dalam
suatu konteks budaya tertentu, namun tentunya tanpa harus kehilangan
nilai-nilai fundamentalnya.
Unsur-unsur
perubahan lain yang nampak yakni semakin retak lingkungan hidup tradisonal dan
menguatnya individualisasi. Hal ini nampak ketika kita tidak lagi melihat
peranan gereja yang sentral dalam kehidupan modern. Dahulu gereja menjadi
begitu sentral dalam kehidupan masyarakat. Kompleks-kompleks misi sebagai pusat
pendidikan, pelayanan kesehatan, kegiatan religius dll. Pastoran bagaikan
perpustakaan dan pastor bagaikan tabib, guru besar dan lain sebagainya.
Semuanya itu semakin memudar seiring semakin menguatnya sistem pembagian kerja
yang menekankan kemampuan individual.
Hal
yang paling nampak dalam perubahan sosial adalah semakin menurunnya nilai-nilai
moral dan keagamaan. Walaupun gereja telah banyak berjuang untuk memperbaharui
dirinya namun kemerosotan moral dan kehidupan beragama tidak dapat dihindari.
Banyak gereja-gereja dan biara-biara di Eropa yang dari hari ke hari semakin
berkurang pengunjung maupun penghuninya, padahal jumlah penduduk di bumi tidak
pernah berkurang malah menunjukan perkembangan yang signifikan.
Satu
hal positif yang diambil gereja dalam menyikapi perubahan sosial yang terjadi
adalah sikap keterbukaan yang ditampilkanya dalam beberapa aspek kehidupan. Sikap
keterbukaan yang dimainkan gereja ini telah banyak memudahkan gereja dalam usaha
mempertahankan eksistensinya sebagai institusi keagamaan di tengah-tengah badai
perubahan yang melanda dunia. Dalam kasus ini tampak bahwa gereja bersifat
positif terhadap perubahan.
Namun
dalam beberapa aspek nampak pula bahwa gereja bersifat tertutup dan bahkan
cenderung menentang perubahan. Hal ini nampak dalam sikap gereja yang
bersikeras mempertahankan hal-hal fundamental yang berhubungan dengan dogma,
iman dan keselamatan serta menolak issue-issue publik yang bertentangan dengan
ajaran-ajaran dasar gereja seperti homoseksual, aborsi, kekerasan, dll. Sikap
gereja yang demikian ini seringkali mengundang dan mendatangkan kritik tajam
dan pedas terhadap gereja kerena gereja dianggap terlalu lamban dalam bertindak
atau terlalu konservatif. Namun begitulah gereja yang berusaha untuk tetap eksis
di tengah-tengah arus perubahan yang begitu kuat. Setiap tindakan yang hendak
diambil haruslah diperhitungkan secara matang agar tidak mendatangkan suatu
resiko besar yang dapat mengancam eksistensi dan nilai-nilai gereja yang
fundamental.[5
Penutup
Nampak
bahwa arus perubahan yang ditiupkan di dalam dunia modern ini telah menyentuh
hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Angin perubahan yang dihembuskan
seiring dengan semakin berkembang dan meluasnya jaringan informasi dan
telekomunikasi ini juga telah merombak beberapa tatanan dasar dalam masyarakat
yang menyebabkan terguncangnya nilai-nilai moral, nilai-nilai tradisional
positif maupun nilai-nilai religiusitas yang berakibat pada semakin
tenggelamnya manusia modern dalam kemerosotan akhlak.
Ditengah-tengah
arus perubahan itu gereja mencoba berdiri tegak dan berusaha mempertahankan
eksistensinya dengan cara menerima perubahan yang ada sebagai bagian dari
realitas dunia dan juga bagian dari dirinya sendiri sambil berusaha untuk
terus-menerus memperbaharui dirinya serta mempertahankan keotentikan ajarannya.
Suatu realitas yang menarik untuk dicermati bahwa gereja dari waktu ke waktu
selalu dihadapkan pada tantangan zaman yang terus-menerus berkembang seiring
dengan pola pikir manusia dan perubahan yang dialami oleh manusia. Semua cobaan
itu kiranya membuat gereja semakin teguh dan mengakar kuat dalam dunia dan
masyarakat.
Sisi-sisi
gelap yang ditampilkan gereja dalam menghadapi perubahan sosial yang ada
memberikan warna tersendiri bagi gereja dan juga menjadi identitas yang
melambangkan gereja sebagai persekutuan gandum dan ilalang yang sedang
bersiarah di dalam dunia yang sedang dilanda banjir perubahan yang ditunggangi
oleh modernisasi.
Dalam beberapa hal gereja telah berusah
menjadi contah dan teladan yang baik dalam menyikapi perubahan sosial yang
terjadi dengan membuka diri terhadap perubahan sambil terus menerus
memperbaharui diri seturut perkembangan yang terjadi agar tetap eksis di tengah
dunia. Selain itu gereja tidak hanya menerima semua unsur dari perubahan itu
begitu saja tetapi menerima sambil menyeleksi unsur-unsur tersebut agar gereja
tidak kehilangan identitasnya atau terhanyut begitu saja dalam arus perubahan
yang terjadi. Namun disisi lain harus juga diakui bahwa dalam beberapa hal,
sikap yang diambil gereja belumlah tepat.
0 komentar:
Posting Komentar